Model-Model Pengembangan Aktivitas Training Kesiswaan

Pengembangan model Kegiatan Pembinaan Kesiswaan yang sanggup dilakukan di sekolah, antara lain model-model out-bound;  model Edutainment; model training mental-agama; model Kompetisi; dan model Pagelaran.


1)   Model kegiatan out-bound
Kegiatan out-bound biasanya ialah kegiatan berkelompok di alam terbuka yang bersifat kreatif dan rekreatif. Namun, kegiatan out-bound ini di dalamnya mengandung banyak sekali misi pembinaan, terutama training diri dalam diberinteraksi dengan kelompok atau lingkungan sekitar. Selain menyentuh aspek kognitif, kegiatan out-bound juga menyentuh aspek-aspek afektif dan psikomotor. Selain sanggup meningkatkan penalaran, melalui kegiatan out-bound seorang siswa juga sanggup meningkatkan pengendalian perasaan dan keterampilan gerak tubuhnya. Oleh alasannya yakni itu, dalam rangka training kesiswaan kegiatan out-bound ialah salah satu wahana yang sangat cocok bagi siswa. Kalau ditelusuri, sebetulnya sudah ada sejumlah kegiatan sekolah yang sanggup dikategorikan sebagai kegiatan out-bound, antara lain berkemah, napak tilas, dan menjelajah alam.
a. Berkemah
Kegiatan berkemah biasanya dilakukan di kawasan yang jauh dari keramaian. Melalui kegiatan berkemah siswa antara lain sanggup berguru cara hidup mandiri, berguru memimpin atau dipimpin, berbagi rasa tenggang rasa dan berguru bekerjasama.
b.  Napak tilas
Melalui kegiatan napak tilas siswa antara lain sanggup berguru sejarah, menghargai hasil karya atau perjuangan orang lain, dan meningkatkan rasa cinta terhadap tanah air.
c.  Menjelajah alam
Kegiatan menjelajah alam sanggup dilakukan dalam banyak sekali cara, contohnya mendaki pegunungan, menyeberangi sungai, memanjat tebing, dan sebagainya. Melalui kegiatan menjelajah alam siswa antara lain sanggup berguru meningkatkan ketahanan fisik dan mental, berguru percaya diri dan meningkatkan rasa cinta terhadap alam.
Namun, mengingat kegiatan out-bound dilakukan di alam terbuka yang banyak mengandung risiko, maka sebaiknya dipilih kegiatan yang tidak melebihi kemampuan fisik dan psikis siswa, memperhitungkan keadaan lingkungan/suasana kawasan kegiatan, serta kegampangan jalan masuk masukana dan pramasukana pendukung yang memadai. Bahkan lebih jauh lagi, jikalau di luar sekolah tidak memungkinkan, maka kegiatan out-bound sanggup diselenggarakan secara sederhana di sekolah dalam bentuk miniatur kegiatan out-bound. Misalnya berkemah sanggup dilakukan di lapangan upacara, napak tilas dilakukan di sekolah atau sekitar sekolah, memanjat tebing sanggup dilakukan dengan cara memanjat dinding buatan, dan sebagainya. Hal yang penting yakni meskipun diselenggarakan secara sederhana misi training di balik kegiatan out-bound  sanggup tersampaikan.

2)   Model Edutainment
Edutainment berasal dari kata education yang berarti pendidikan, dan entertainment yang berarti hiburan. Makara edutainment ialah kegiatan yang memadukan antara unsur-unsur pendidikan dengan hiburan sehingga terjadi hiburan yang mendidik atau pendidikan yang menghibur. melaluiataubersamaini demikian kegiatan edutainment cocok untuk menjadi salah satu bentuk training kesiswaan, alasannya yakni siswa sanggup berguru dalam suatu suasana yang lain bernuansa hiburan. Edutainment biasanya disajikan dalam banyak sekali media pembelajaran, mulai dari media yang canggih ibarat jadwal televisi ataupun jadwal komputer; hingga media yang sederhana ibarat buku, alat-alat bermain, dan sebagainya.
Namun, hal yang penting dalam pelaksanaan kegiatan edutainment yakni sanggup menarikdanunik perhatian siswa dan siswa merasa terhibur. Bahkan suatu kegiatan edutainment dianggap berhasil apabila siswa mendapat ilmu pengetahuan secara tidak disadarinya. Oleh alasannya yakni itu, untuk menarikdanunik siswa perlu dipilih bentuk hiburan dan topik bahasan yang sedang ‘trendy’ di kalangan siswa. Sebagai pola nyata yang cukup sederhana yakni dalam pembelajaran bahasa Inggris; khususnya untuk peningkatan perbendaharaan kata sanggup dilakukan dengan cara menentukan lagu berbahasa Inggris yang sedang terkenal dan liriknya bagus, kemudian dihafalkan dan lagu tersebut dinyanyikan. Selanjutnya yakni apresiasi terhadap lirik lagu, sehingga selain siswa mengenal kata-kata baru, juga mengenal konteks penerapan kata-kata  sesuai dengan makna yang lebih dalam.

3)   Model Pembinaan mental-agama
Pembinaan terhadap mental-agama ialah upaya untuk pembentukan pola sikap dan sikap siswa ke arah yang positif. Hal ini sangat penting untuk membentengi diri siswa dari penyimpangan sikap dan sikap sebagai efek negatif perkembangan zaman, khususnya di kurun globalisasi ini. Pembinaan mental-agama siswa di sekolah sanggup dilakukan dengan cara-cara sebagai diberikut.
Pertama, yakni dengan cara menerapkan ‘budi pekerti in action’ secara konsisten di lingkungan sekolah, sehingga terjadi penyesuaian pada diri siswa untuk menerapkan nilai-nilai sosial ataupun agama dalam kehidupan sehari-hari. Budi pekerti in action ini bertumpu pada nilai-nilai sosial budaya setempat yang diwadahi dalam peraturan sekolah yang disahkan untuk diterapkan secara bersama oleh seluruh masyarakat sekolah.  Konsistensi penerapannya sanggup dilihat dari bentuk penghargaan dan eksekusi kepada masyarakat sekolah jikalau ada yang melanggar peraturan yang sudah diputuskan.
Kedua, yakni dengan ibadah ritual keagamaan yang memungkinkan untuk dilakukan di sekolah, contohnya berdoa sebelum dan sehabis belajar, shalat berjamaah dan sebagainya. Ketiga, yakni merayakan hari-hari besar agama bagi para pemeluknya di sekolah. Misalnya perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. bagi para pemeluk agama Islam, perayaan paskah bagi pemeluk agama Nasrani atau Katholik, dan sebagainya.
Keempat, yakni mengadakan pengkajian agama secara intensif di luar jam pelajaran, baik di dalam lingkungan sekolah ataupun di luar sekolah. Misalnya melalui kegiatan penpenghasilanan atau pesantren kilat bagi yang beragama Islam, peanakdidikan kilat bagi yang beragama Kristen, pesraman kilat bagi yang beragama Hindu dan dharma kilat bagi yang beragama Buddha. 

4)   Model Kompetisi
Kompetisi ialah salah satu kegiatan meningkatkan secara optimal dalam pembelajaran, alasannya yakni melalui kompetisi akan terlihat kemampuan optimal dari para siswa yang mengikutinya. Kegiatan kompetisi sanggup dijadikan tolok ukur pencapaian hasil pembelajaran siswa. Selain ialah kegiatan optimasi, kompetisi juga sanggup memupuk motivasi diri untuk meningkatkan diri dan meningkatkan rasa sportivitas di kalangan siswa. melaluiataubersamaini demikian, kompetisi ialah wahana yang strategis untuk training kesiswaan. Oleh alasannya yakni itu kompetisi bagi siswa dalam banyak sekali bidang harus senantiasa digalakkan.
Bidang kompetisi yang paling lazim diselenggarakan yakni berkaitan dengan bidang studi, contohnya lomba MIPA, lomba pidato bahasa Inggris, dan sebagainya. Namun, tidak menutup kemungkinan pada bidang lain ibarat olahraga, seni dan keterampilan. Agar balasannya optimal, sebaiknya kompetisi ini dibiasakan mulai dari tingkat kelas, sekolah, kecamatan dan seterusnya hingga tingkat nasional bahkan internasional.

5)   Model Pagelaran
Pada saat-saat tertentu, contohnya pada pertengahan ataupun tamat tahun pelajaran, siswa sering mengadakan pagelaran. Biasanya kegiatan pagelaran yang sering dilakukan siswa dalam bentuk pagelaran seni budaya, baik yang bersifat tradisional maupun modern. Pagelaran seni budaya ini bisa ialah hasil suatu tes yang panjang ataupun spesialuntuk sekedar spontanitas.
Pagelaran sanggup dikatakan kegiatan relaksasi ataupun rekreasi bagi para siswa, sehabis mereka penat berguru terus menerus selama kurun waktu tertentu. Pagelaran ialah suatu ajang yang sempurna untuk menyalurkan ekspresi, aspirasi, apresiasi dan kreasi minat dan talenta siswa.
Mengingat pagelaran ini bersifat pengumpulan massa, maka sering terjadi ekses negatif dari suatu pagelaran. Oleh alasannya yakni itu, untuk menyelenggarakan suatu pagelaran perlu dilakukan perencanaan yang matang dan administrasi yang baik dari pihak penyelenggara, terutama dari segi keamanan dan keselamatan.
    
Bahan Bacaan :
Fraenkel, J.R. (1977). How to Teach about Values; An Analytic Approach. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Joyce, B. & Weil, M. (1995). Models of Teaching. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Supriatna, M. (1990). Materi Dasar Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Publikasi Jurusan PPB-FIP, IKIP.

Yusuf, Sy. Dkk. (1993). Seri Pembinaan Kemampuan Profesional Guru; Dasar-dasar Pembinaan Kemampuan Proses Belajar-Mengajar. Bandung: Andira.


0 Komentar untuk "Model-Model Pengembangan Aktivitas Training Kesiswaan"

Back To Top